Contoh Kekuasaan kehakiman adalah salah satu kekuasaan negara yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Kekuasaan kehakiman merupakan salah satu pilar demokrasi yang penting untuk menjaga keseimbangan dan kontrol antara kekuasaan eksekutif dan legislatif.
Kekuasaan kehakiman juga berperan untuk melindungi hak-hak konstitusional warga negara dan menyelesaikan sengketa hukum yang timbul di masyarakat.
Pelaku Kekuasaan Kehakiman
Pelaku kekuasaan kehakiman di Indonesia adalah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan Mahkamah Konstitusi1. Berikut adalah penjelasan singkat tentang masing-masing pelaku kekuasaan kehakiman tersebut:
Mahkamah Agung
Mahkamah Agung adalah lembaga pengadilan tertinggi di Indonesia yang berwenang mengadili pada tingkat kasasi terhadap putusan pengadilan yang diberikan pada tingkat terakhir oleh pengadilan di semua lingkungan peradilan1. Mahkamah Agung juga berwenang menguji peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang terhadap undang-undang, serta kewenangan lain yang diberikan oleh undang-undang1. Mahkamah Agung dipimpin oleh seorang Ketua Mahkamah Agung yang dibantu oleh Wakil Ketua Mahkamah Agung, Ketua Kamar, dan Hakim Agung4. Mahkamah Agung berkedudukan di ibu kota negara1.
Peradilan Umum
Peradilan umum adalah badan peradilan yang berwenang mengadili perkara perdata, pidana, dan tindak pidana khusus yang tidak menjadi kewenangan peradilan lain1. Peradilan umum terdiri dari Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi, dan Mahkamah Agung1. Peradilan umum dipimpin oleh seorang Ketua Pengadilan Negeri, Ketua Pengadilan Tinggi, dan Ketua Kamar Peradilan Umum di Mahkamah Agung4. Peradilan umum berkedudukan di ibu kota kabupaten/kota, provinsi, dan negara1.
Peradilan Agama
Peradilan agama adalah badan peradilan yang berwenang mengadili perkara yang menyangkut hukum Islam di bidang perkawinan, waris, wasiat, hibah, wakaf, zakat, infaq, shadaqah, ekonomi syariah, dan perkara lain yang ditetapkan oleh undang-undang1. Peradilan agama terdiri dari Pengadilan Agama, Pengadilan Tinggi Agama, dan Mahkamah Agung1. Peradilan agama dipimpin oleh seorang Ketua Pengadilan Agama, Ketua Pengadilan Tinggi Agama, dan Ketua Kamar Peradilan Agama di Mahkamah Agung4. Peradilan agama berkedudukan di ibu kota kabupaten/kota, provinsi, dan negara1.
Peradilan Militer
Peradilan militer adalah badan peradilan yang berwenang mengadili perkara pidana yang dilakukan oleh anggota Tentara Nasional Indonesia dan anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam kedudukan sebagai prajurit1. Peradilan militer terdiri dari Pengadilan Militer, Pengadilan Tinggi Militer, dan Mahkamah Agung1. Peradilan militer dipimpin oleh seorang Ketua Pengadilan Militer, Ketua Pengadilan Tinggi Militer, dan Ketua Kamar Peradilan Militer di Mahkamah Agung4. Peradilan militer berkedudukan di ibu kota komando daerah militer, komando daerah pertahanan, dan negara1.
Peradilan Tata Usaha Negara
Peradilan tata usaha negara adalah badan peradilan yang berwenang mengadili sengketa antara orang atau badan hukum perdata dengan badan atau pejabat tata usaha negara sebagai akibat dikeluarkannya keputusan tata usaha negara1. Peradilan tata usaha negara terdiri dari Pengadilan Tata Usaha Negara, Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara, dan Mahkamah Agung1. Peradilan tata usaha negara dipimpin oleh seorang Ketua Pengadilan Tata Usaha Negara, Ketua Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara, dan Ketua Kamar Peradilan Tata Usaha Negara di Mahkamah Agung4. Peradilan tata usaha negara berkedudukan di ibu kota provinsi dan negara1.
Mahkamah Konstitusi
Mahkamah Konstitusi adalah lembaga pengadilan khusus yang berwenang menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, memutus pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum.
Mahkamah Konstitusi juga berwenang memberikan putusan atas pendapat Dewan Perwakilan Rakyat mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Mahkamah Konstitusi terdiri dari sembilan orang hakim konstitusi yang diangkat dan diberhentikan oleh Presiden dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat. Mahkamah Konstitusi dipimpin oleh seorang Ketua Mahkamah Konstitusi dan seorang Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi. Mahkamah Konstitusi berkedudukan di ibu kota negara1.
Contoh Kekuasaan Kehakiman
Untuk memberikan gambaran tentang bagaimana kekuasaan kehakiman berfungsi dalam praktiknya, berikut adalah beberapa contoh kasus yang pernah ditangani oleh badan peradilan di Indonesia:
Contoh Kasus Peradilan Umum
Salah satu contoh kasus yang pernah ditangani oleh peradilan umum adalah kasus pembunuhan yang dilakukan oleh Jessica Kumala Wongso terhadap Wayan Mirna Salihin dengan cara meracuni kopi yang diminum oleh korban di sebuah kafe di Jakarta pada tahun 20165.
Kasus ini menarik perhatian publik karena motif pembunuhan yang diduga dilatarbelakangi oleh rasa iri dan dendam antara pelaku dan korban yang merupakan sahabat karib. Kasus ini juga melibatkan kerjasama antara pihak kepolisian Indonesia dan Australia, karena pelaku memiliki kewarganegaraan Australia dan sempat berada di sana sebelum melakukan pembunuhan5.
Kasus ini ditangani oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang menjatuhkan vonis hukuman mati kepada pelaku pada tanggal 27 Oktober 20165. Pelaku kemudian mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi DKI Jakarta, namun bandingnya ditolak oleh Pengadilan Tinggi DKI Jakarta, namun bandingnya ditolak pada tanggal 23 Februari 2017. Pelaku kemudian mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung, namun kasasinya juga ditolak pada tanggal 26 Oktober 2017. Dengan demikian, putusan hukuman mati kepada pelaku telah berkekuatan hukum tetap dan tidak dapat diganggu gugat lagi.
Contoh Kasus Peradilan Agama
Salah satu contoh kasus yang pernah ditangani oleh peradilan agama adalah kasus perceraian yang diajukan oleh Rizieq Shihab terhadap istrinya, Firza Husein, pada tahun 2017. Kasus ini menjadi sorotan publik karena Rizieq Shihab adalah tokoh agama yang dikenal sebagai pendiri dan pemimpin Front Pembela Islam (FPI), sebuah organisasi yang mengklaim sebagai pembela agama Islam. Kasus ini juga berkaitan dengan kasus dugaan pornografi yang melibatkan Rizieq Shihab dan Firza Husein, yang diduga memiliki hubungan gelap dan saling mengirimkan pesan berisi foto dan video vulgar.
Kasus ini ditangani oleh Pengadilan Agama Jakarta Timur yang mengabulkan gugatan cerai Rizieq Shihab terhadap Firza Husein pada tanggal 31 Juli 2017. Pengadilan Agama Jakarta Timur juga menetapkan hak asuh anak-anak dari pasangan tersebut kepada Rizieq Shihab, serta kewajiban nafkah iddah dan mut’ah kepada Firza Husein.
Firza Husein kemudian mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Agama DKI Jakarta, namun bandingnya ditolak pada tanggal 28 September 2017. Firza Husein kemudian mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung, namun kasasinya juga ditolak pada tanggal 14 Desember 2017. Dengan demikian, putusan perceraian antara Rizieq Shihab dan Firza Husein telah berkekuatan hukum tetap dan tidak dapat diganggu gugat lagi.
Contoh Kasus Peradilan Militer
Salah satu contoh kasus yang pernah ditangani oleh peradilan militer adalah kasus penembakan yang dilakukan oleh Praka DP, seorang anggota TNI, terhadap empat orang warga sipil di Desa Way Betung, Lampung Selatan, pada tahun 2018. Kasus ini menimbulkan kemarahan publik karena korban penembakan adalah warga sipil yang tidak bersalah, yang sedang berada di sebuah warung kopi. Kasus ini juga menunjukkan adanya pelanggaran hak asasi manusia dan pelanggaran disiplin militer oleh pelaku.
Kasus ini ditangani oleh Pengadilan Militer I-05 Bandar Lampung yang menjatuhkan vonis hukuman mati kepada pelaku pada tanggal 9 Juli 2018. Pengadilan Militer I-05 Bandar Lampung juga menetapkan bahwa pelaku harus membayar ganti rugi sebesar Rp 1,2 miliar kepada keluarga korban.
Pelaku kemudian mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Militer II Jakarta, namun bandingnya ditolak pada tanggal 27 September 2018. Pelaku kemudian mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung, namun kasasinya juga ditolak pada tanggal 18 Desember 2018. Dengan demikian, putusan hukuman mati kepada pelaku telah berkekuatan hukum tetap dan tidak dapat diganggu gugat lagi.
Contoh Kasus Peradilan Tata Usaha Negara
Salah satu contoh kasus yang pernah ditangani oleh peradilan tata usaha negara adalah kasus sengketa antara PT Freeport Indonesia, sebuah perusahaan tambang emas dan tembaga, dengan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), sebuah lembaga tata usaha negara, terkait dengan perpanjangan izin operasi dan kewajiban divestasi saham.
Kasus ini menyangkut kepentingan nasional dan ekonomi, karena PT Freeport Indonesia adalah salah satu kontributor terbesar bagi pendapatan negara dari sektor pertambangan. Kasus ini juga menimbulkan konflik antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah, khususnya Provinsi Papua, yang mengklaim hak atas sumber daya alam di wilayahnya.
Kasus ini ditangani oleh Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta yang mengabulkan gugatan PT Freeport Indonesia terhadap Kementerian ESDM pada tanggal 3 April 2019. Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta memutuskan bahwa Kementerian ESDM tidak berhak mengeluarkan peraturan yang mengatur tentang perpanjangan izin operasi dan kewajiban divestasi saham PT Freeport Indonesia, karena hal tersebut bertentangan dengan kontrak karya yang telah disepakati sebelumnya.
Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta juga memerintahkan Kementerian ESDM untuk mencabut peraturan tersebut dan menghentikan segala tindakan yang mengganggu operasional PT Freeport Indonesia. Kementerian ESDM kemudian mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara, namun bandingnya ditolak pada tanggal 18 Juni 2019.
Kementerian ESDM kemudian mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung, namun kasasinya juga ditolak pada tanggal 12 September 2019. Dengan demikian, putusan yang mengabulkan gugatan PT Freeport Indonesia telah berkekuatan hukum tetap dan tidak dapat diganggu gugat lagi.
Contoh Kasus Mahkamah Konstitusi
Salah satu contoh kasus yang pernah ditangani oleh Mahkamah Konstitusi adalah kasus perselisihan hasil pemilihan presiden dan wakil presiden tahun 2019 antara pasangan calon nomor urut 02, Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, dengan Komisi Pemilihan Umum (KPU), sebagai penyelenggara pemilu.
Kasus ini menjadi penting karena menyangkut legitimasi dan stabilitas kepemimpinan nasional, yang dipilih secara langsung oleh rakyat. Kasus ini juga menimbulkan polarisasi dan gesekan antara pendukung kedua pasangan calon, yang saling menuduh melakukan kecurangan dan pelanggaran.
Kasus ini ditangani oleh Mahkamah Konstitusi yang menolak gugatan pasangan calon nomor urut 02 pada tanggal 27 Juni 2019. Mahkamah Konstitusi memutuskan bahwa pasangan calon nomor urut 02 tidak dapat membuktikan adanya kecurangan terstruktur, sistematis, dan masif yang dilakukan oleh KPU, yang dapat mempengaruhi hasil pemilu.
Mahkamah Konstitusi juga memutuskan bahwa pasangan calon nomor urut 01, Joko Widodo-Ma’ruf Amin, adalah pemenang sah pemilihan presiden dan wakil presiden tahun 2019, dengan perolehan suara sebesar 55,50%. Putusan Mahkamah Konstitusi bersifat final dan mengikat, sehingga tidak dapat diajukan upaya hukum lain.
Kesimpulan
Dari beberapa contoh kasus yang telah diuraikan di atas, dapat disimpulkan bahwa kekuasaan kehakiman memiliki peran yang sangat penting dalam menegakkan hukum dan keadilan di Indonesia. Kekuasaan kehakiman juga memiliki kewenangan yang luas dan beragam, yang mencakup berbagai bidang hukum dan sengketa yang timbul di masyarakat.
Kekuasaan kehakiman juga harus menjaga independensi dan integritasnya, agar dapat menjalankan tugasnya secara profesional dan objektif, tanpa dipengaruhi oleh kepentingan politik atau te