Satemah Tegese

Satemah Tegese: Apa Arti dan Makna Kata Satemah dalam Bahasa Jawa? Satemah adalah salah satu kata dalam bahasa Jawa yang mungkin jarang didengar oleh generasi muda saat ini.

Kata ini memiliki arti dan makna yang cukup penting dalam konteks sastra, budaya, dan filsafat Jawa. Namun, apa sebenarnya arti dan makna dari kata satemah ini? Bagaimana cara menggunakannya dalam kalimat? Dan apa hubungannya dengan konsep-konsep lain dalam bahasa Jawa?

Artikel ini akan mencoba menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut dengan mengulas pengertian, asal-usul, contoh, dan kaitan satemah dengan kata-kata lain dalam bahasa Jawa.

Pengertian Satemah

Menurut Bausastra Jawa, Poerwadarminta, 19391, satemah adalah kata yang berarti “akhirnya, akibatnya”. Kata ini digunakan untuk menunjukkan hasil atau dampak dari suatu peristiwa, tindakan, atau keadaan.

Kata ini juga dapat diartikan sebagai “sehingga, maka, lalu” dalam bahasa Indonesia. Kata ini biasanya digunakan untuk menghubungkan dua kalimat atau klausa yang memiliki hubungan sebab-akibat.

Contoh penggunaan kata satemah dalam kalimat adalah sebagai berikut:

  • Dhèwèké ora ngèrti basa Jawa, satemah ora bisa ngobrol karo wong tuwane. (Dia tidak mengerti bahasa Jawa, akibatnya tidak bisa berbicara dengan orang tuanya.)
  • Aku wis nganti nunggu, satemah aku kesel banget. (Aku sudah menunggu lama, sehingga aku kesal sekali.)
  • Wong iku nggoleki ilmu, satemah dadi pandhega. (Orang itu mencari ilmu, maka menjadi ahli.)

Asal-Usul Satemah

Kata satemah berasal dari gabungan dua kata dalam bahasa Jawa, yaitu sa dan temah. Kata sa adalah kata depan yang berarti “sampai, hingga, kepada”. Kata temah adalah kata benda yang berarti “ujung, tepi, pinggir”. Jadi, secara harfiah, satemah berarti “sampai ujung, hingga pinggir”. Kata ini menggambarkan suatu proses yang telah mencapai titik akhir atau hasilnya.

Kata satemah juga memiliki hubungan dengan kata nganti dan saengga, yang keduanya memiliki arti yang sama dengan kata “sampai” dalam bahasa Indonesia. Kata nganti berasal dari kata nanti, yang berarti “menunggu, menanti”. Kata saengga berasal dari kata engga, yang berarti “batas, garis”.

Jadi, secara harfiah, nganti berarti “menunggu batas, menanti garis”, sedangkan saengga berarti “sampai batas, hingga garis”. Kata-kata ini juga menggambarkan suatu proses yang telah mencapai titik akhir atau hasilnya.

Kaitan Satemah dengan Kata-Kata Lain

Kata satemah memiliki kaitan dengan beberapa kata lain dalam bahasa Jawa, yang dapat membantu kita memahami arti dan maknanya lebih dalam. Beberapa kata tersebut adalah sebagai berikut:

  • Satemah-satemah: kata ulang yang berarti “akhirnya-akhirnya, akhir-akhir ini”. Kata ini digunakan untuk menunjukkan suatu peristiwa atau keadaan yang terjadi setelah proses yang panjang atau lama. Contoh: Satemah-satemah, aku iso lulus kuliah. (Akhirnya-akhirnya, aku bisa lulus kuliah.)
  • Satemahipun: kata majemuk yang berarti “akhirnya, akibatnya”. Kata ini digunakan untuk menekankan hasil atau dampak dari suatu peristiwa, tindakan, atau keadaan. Contoh: Satemahipun, dhèwèké dadi sakit. (Akhirnya, dia menjadi sakit.)
  • Satemahing: kata turunan yang berarti “sebagai akibat, karena”. Kata ini digunakan untuk menunjukkan sebab atau alasan dari suatu peristiwa, tindakan, atau keadaan. Contoh: Satemahing ora duwé dhuwit, dhèwèké ora bisa tuku makanan. (Karena tidak punya uang, dia tidak bisa membeli makanan.)

Kesimpulan

Satemah adalah kata dalam bahasa Jawa yang berarti “akhirnya, akibatnya”. Kata ini digunakan untuk menunjukkan hasil atau dampak dari suatu peristiwa, tindakan, atau keadaan. Kata ini juga dapat diartikan sebagai “sehingga, maka, lalu” dalam bahasa Indonesia.

Kata ini berasal dari gabungan dua kata, yaitu sa dan temah, yang berarti “sampai ujung, hingga pinggir”. Kata ini memiliki hubungan dengan kata nganti dan saengga, yang juga berarti “sampai”. Kata ini juga memiliki kaitan dengan kata satemah-satemah, satemahipun, dan satemahing, yang merupakan variasi atau turunan dari kata satemah.

Kata ini merupakan salah satu kata yang penting dalam bahasa Jawa, karena menggambarkan suatu proses yang telah mencapai titik akhir atau hasilnya.

Bagikan:

Tinggalkan komentar