Belanda Pertama Kali Mendarat Di Kalimantan Timur Tepatnya Di Mana

Belanda Pertama Kali Mendarat Di Kalimantan Timur Tepatnya Di Mana. Kalimantan Timur adalah salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki sejarah yang panjang dan menarik. Salah satu peristiwa penting dalam sejarah Kalimantan Timur adalah kedatangan bangsa Belanda pada abad ke-16. Belanda, yang saat itu merupakan salah satu negara penjajah yang berambisi untuk menguasai wilayah-wilayah di Asia, melakukan ekspedisi penjelajahan dan penaklukan di berbagai daerah, termasuk Kalimantan Timur.

Namun, di mana sebenarnya Belanda pertama kali mendarat di Kalimantan Timur? Bagaimana reaksi dan perlawanan rakyat Kalimantan Timur terhadap penjajahan Belanda? Dan apa dampak dan pengaruh Belanda terhadap Kalimantan Timur hingga saat ini? Artikel ini akan mencoba menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut dengan mengulas sejarah, fakta, dan data yang ada.

Belanda Mendarat di Muara Kaman

Menurut sumber-sumber sejarah, Belanda pertama kali mendarat di Kalimantan Timur pada tanggal 5 Mei 1608. Mereka tiba di Muara Kaman, sebuah daerah di tepi Sungai Mahakam, yang saat itu merupakan bagian dari Kerajaan Kutai1. Kedatangan Belanda ini dipimpin oleh seorang pedagang Belanda bernama Steven van der Hagen, yang juga dikenal sebagai pendiri VOC (Vereenigde Oost-Indische Compagnie) atau Perusahaan Hindia Timur Belanda2. Tujuan utama Belanda datang ke Kalimantan Timur adalah untuk mencari rempah-rempah, terutama cengkih dan pala, yang saat itu sangat diminati dan berharga di Eropa. Selain itu, Belanda juga ingin menguasai perdagangan di wilayah ini, yang sebelumnya didominasi oleh pedagang-pedagang dari Makassar, Jawa, dan Tiongkok4.

Belanda kemudian menjalin hubungan dagang dengan Kerajaan Kutai, yang saat itu dipimpin oleh Sultan Aji Muhammad Muslihuddin. Belanda menawarkan barang-barang seperti kain, keramik, senjata, dan alkohol, yang ditukar dengan rempah-rempah, kayu, rotan, dan gading. Belanda juga mendapatkan izin untuk mendirikan pos dagang di Muara Kaman, yang menjadi pangkalan pertama mereka di Kalimantan Timur. Dari sini, Belanda mulai mengembangkan jaringan dagang mereka ke daerah-daerah lain di Kalimantan Timur, seperti Berau, Pasir, Bulungan, dan Tarakan.

Belanda Menaklukkan Kerajaan-Kerajaan di Kalimantan Timur

Meskipun awalnya Belanda datang dengan dalih berdagang, namun sebenarnya mereka memiliki niat untuk menjajah dan menguasai Kalimantan Timur. Belanda tidak puas hanya dengan berdagang, tetapi juga ingin mengintervensi urusan politik dan pemerintahan di wilayah ini. Belanda juga sering bersikap sewenang-wenang dan menindas rakyat Kalimantan Timur, terutama yang tidak mau tunduk dan bekerja sama dengan mereka. Akibatnya, banyak kerajaan-kerajaan di Kalimantan Timur yang menentang dan melawan kehadiran Belanda. Namun, Belanda tidak tinggal diam, melainkan mengirimkan pasukan-pasukan militer untuk menaklukkan dan memaksa kerajaan-kerajaan tersebut untuk mengakui kekuasaan Belanda.

Salah satu contoh perlawanan terhadap Belanda adalah yang dilakukan oleh Kerajaan Pasir, yang saat itu dipimpin oleh Sultan Makhmud Khan. Pada tahun 1838, Belanda mengirimkan armada perang yang dipimpin oleh Kapten J. van der Wijck untuk menyerang Kerajaan Pasir. Belanda menuntut agar Kerajaan Pasir menyerahkan wilayahnya kepada Belanda, dan juga menghentikan dukungannya terhadap Pangeran Antasari, yang merupakan pemimpin perjuangan rakyat Banjar melawan Belanda. Namun, Sultan Makhmud Khan menolak tuntutan Belanda, dan memimpin pasukan-pasukan Pasir untuk bertempur melawan Belanda. Pertempuran sengit terjadi di Sungai Tabalong, yang berakhir dengan kemenangan Pasir. Belanda terpaksa mundur dan meninggalkan Kalimantan Timur untuk sementara waktu.

Namun, Belanda tidak menyerah begitu saja. Pada tahun 1844, Belanda kembali mengirimkan armada perang yang lebih besar dan kuat, yang dipimpin oleh Laksamana A.J. Wolterbeek. Belanda berhasil menembus pertahanan Pasir, dan mengepung ibu kota Kerajaan Pasir, yaitu Tanjung Aru. Belanda kemudian menyerbu dan membakar habis istana dan kota Tanjung Aru. Sultan Makhmud Khan terluka parah dalam pertempuran, dan akhirnya meninggal. Belanda kemudian menangkap dua putra Sultan Makhmud Khan, yaitu Pangeran Suriansyah dan Pangeran Mangkubumi, dan membawa mereka ke Batavia (sekarang Jakarta) sebagai tawanan. Dengan demikian, Kerajaan Pasir pun jatuh ke tangan Belanda.

Selain Kerajaan Pasir, Belanda juga berhasil menaklukkan kerajaan-kerajaan lain di Kalimantan Timur, seperti Kerajaan Kutai, Kerajaan Berau, Kerajaan Bulungan, dan Kerajaan Tarakan. Belanda menggunakan berbagai cara untuk menguasai kerajaan-kerajaan tersebut, seperti perjanjian, tipu daya, ancaman, paksaan, dan kekerasan. Belanda juga membagi-bagi wilayah Kalimantan Timur menjadi beberapa keresidenan, yaitu Keresidenan Banjarmasin, Keresidenan Samarinda, Keresidenan Tenggarong, dan Keresidenan Tarakan. Belanda kemudian menunjuk para bupati dan kepala suku yang loyal kepada mereka untuk mengawasi dan mengatur wilayah-wilayah tersebut. Dengan cara ini, Belanda dapat mengendalikan sumber daya alam dan manusia di Kalimantan Timur, serta memperkaya diri mereka sendiri.

Belanda Mempengaruhi Kalimantan Timur

Kehadiran Belanda di Kalimantan Timur tidak hanya membawa dampak politik dan ekonomi, tetapi juga sosial dan budaya. Belanda memperkenalkan berbagai hal yang sebelumnya tidak ada atau tidak dikenal di Kalimantan Timur, seperti agama Kristen, sistem pendidikan, sistem hukum, sistem administrasi, sistem perpajakan, sistem transportasi, sistem komunikasi, dan lain-lain. Belanda juga membangun berbagai infrastruktur dan fasilitas publik, seperti jalan, jembatan, pelabuhan, rumah sakit, sekolah, gereja, kantor, dan lain-lain. Belanda juga membawa berbagai barang dan teknologi yang canggih, seperti mesin, senjata, kendaraan, radio, telegraf, dan lain-lain.

Di sisi lain, Belanda juga menimbulkan berbagai masalah dan kesulitan bagi rakyat Kalimantan Timur. Belanda sering mengeksploitasi sumber daya alam dan manusia di Kalimantan Timur, tanpa memperhatikan kepentingan dan kesejahteraan rakyat. Belanda juga sering memaksakan kehendak dan kepentingan mereka kepada rakyat Kalimantan Timur, tanpa menghormati hak dan adat istiadat rakyat. Belanda juga sering melakukan diskriminasi dan penindasan terhadap rakyat Kalimantan Timur, terutama yang berbeda agama, ras, atau golongan dengan mereka.

Bagikan:

Tinggalkan komentar