Jelaskan Proses Penetapan Pancasila

Proses Penetapan Pancasila adalah dasar negara dan ideologi bangsa Indonesia yang terdiri dari lima sila, yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan, dan Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia.

Pancasila merupakan hasil perjuangan dan pemikiran para pendiri bangsa yang menginginkan Indonesia menjadi negara yang merdeka, berdaulat, adil, dan makmur. Namun, proses penetapan Pancasila sebagai dasar negara tidaklah mudah dan singkat. Pancasila mengalami beberapa tahap perumusan dan perubahan sebelum akhirnya disahkan sebagai dasar negara pada tanggal 18 Agustus 1945. Artikel ini akan menjelaskan proses penetapan Pancasila sebagai dasar negara secara singkat dan jelas.

Bab perumusan dan penetapan pancasila sebagai dasar negara PDF

Pembentukan BPUPKI

Proses penetapan Pancasila sebagai dasar negara dimulai dengan pembentukan Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) oleh pemerintah Jepang pada tanggal 1 Maret 1945. BPUPKI adalah lembaga yang bertugas untuk menyelidiki dan menyusun rencana mengenai persiapan kemerdekaan Indonesia, termasuk dasar negara, bentuk negara, dan undang-undang dasar. BPUPKI terdiri dari 62 anggota yang berasal dari berbagai latar belakang dan golongan, seperti nasionalis, agamis, sosialis, komunis, dan perwakilan Jepang. BPUPKI diketuai oleh Dr. Radjiman Wedyodiningrat, dengan dua wakil ketua, yaitu Ichibangase Yosio (Jepang) dan R.P. Soeroso (Indonesia).

BPUPKI mengadakan sidang sebanyak dua kali secara resmi dan satu kali secara tidak resmi. Sidang resmi pertama dilaksanakan pada tanggal 29 Mei sampai 1 Juni 1945, yang membahas tentang dasar negara. Sidang resmi kedua dilaksanakan pada tanggal 10 sampai 17 Juli 1945, yang membahas tentang rancangan undang-undang dasar. Sidang tidak resmi dilaksanakan pada tanggal 22 Juni 1945, yang dipimpin oleh Ir. Soekarno dan dihadiri oleh 38 anggota BPUPKI.

Perumusan Dasar Negara

Pada sidang resmi pertama BPUPKI, terdapat tiga tokoh yang mengemukakan usulan tentang dasar negara, yaitu Mohammad Yamin, Soepomo, dan Ir. Soekarno. Usulan-usulan tersebut adalah sebagai berikut:

  • Mohammad Yamin mengusulkan lima dasar negara, yaitu nasionalisme, internasionalisme, musyawarah, kesejahteraan sosial, dan ketuhanan. Usulan ini didasarkan pada sejarah dan budaya bangsa Indonesia yang memiliki semangat kebangsaan, keterbukaan, demokrasi, keadilan, dan kepercayaan kepada Tuhan.
  • Soepomo mengusulkan satu dasar negara, yaitu negara integralistik. Usulan ini didasarkan pada pandangan bahwa negara adalah kesatuan yang utuh dan tidak terpisah-pisah, yang meliputi unsur-unsur bangsa, tanah air, dan pemerintah. Negara integralistik menekankan pada persatuan dan kesatuan nasional, serta perlindungan terhadap hak-hak individu dan golongan.
  • Ir. Soekarno mengusulkan lima dasar negara, yaitu nasionalisme, internasionalisme, demokrasi, kesejahteraan sosial, dan ketuhanan yang maha esa. Usulan ini didasarkan pada pandangan bahwa negara harus mewujudkan cita-cita bangsa Indonesia yang merdeka, berdaulat, adil, dan makmur, serta berperan aktif dalam perdamaian dunia. Usulan ini kemudian dikenal sebagai Pancasila.

Dari ketiga usulan tersebut, usulan Ir. Soekarno mendapat dukungan dan persetujuan terbanyak dari anggota BPUPKI. Namun, masih terdapat perbedaan pendapat mengenai urutan dan redaksi dari lima dasar negara yang diusulkan. Oleh karena itu, pada sidang tidak resmi BPUPKI, Ir. Soekarno mengajukan rumusan baru yang disebut sebagai Piagam Jakarta. Rumusan ini mengubah urutan dan redaksi dari lima dasar negara menjadi sebagai berikut:

  • Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya
  • Kemanusiaan yang adil dan beradab
  • Persatuan Indonesia
  • Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan
  • Kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia

Rumusan ini juga mendapat dukungan dan persetujuan dari anggota BPUPKI, termasuk dari golongan agamis yang menginginkan adanya pengakuan khusus terhadap Islam sebagai agama mayoritas di Indonesia. Rumusan ini kemudian ditetapkan sebagai dasar negara pada sidang resmi kedua BPUPKI.

Penetapan Pancasila sebagai Dasar Negara

Pada tanggal 9 Agustus 1945, Jepang menyerah kepada Sekutu tanpa syarat, yang berarti berakhirnya Perang Dunia II. Hal ini membuka peluang bagi Indonesia untuk memproklamasikan kemerdekaannya. Namun, sebelum itu, terdapat beberapa hal yang harus diselesaikan, salah satunya adalah dasar negara. Pada tanggal 14 Agustus 1945, BPUPKI dibubarkan oleh Jepang dan digantikan oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). PPKI adalah lembaga yang bertugas untuk menyelenggarakan kemerdekaan Indonesia, termasuk menetapkan dasar negara, bentuk negara, dan undang-undang dasar.

PPKI mengadakan sidang pertamanya pada tanggal 18 Agustus 1945, yang dipimpin oleh Ir. Soekarno sebagai ketuanya. Pada sidang ini, terdapat perubahan penting mengenai dasar negara yang telah ditetapkan oleh BPUPKI. Perubahan ini dilakukan atas usulan dari Drs. Mohammad Hatta, yang menginginkan adanya kesepakatan dan keseimbangan antara golongan agamis dan nasionalis. Perubahan ini adalah menghapus kata-kata “dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya” dari sila pertama. Dengan demikian, rumusan dasar negara menjadi sebagai berikut:

  • Ketuhanan Yang Maha Esa
  • Kemanusiaan yang Adil dan Beradab
  • Persatuan Indonesia
  • Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan
  • Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia

Perubahan ini mendapat persetujuan dari semua anggota PPKI, termasuk dari golongan agamis yang menghormati keputusan bersama. Perubahan ini juga didasarkan pada pertimbangan bahwa Indonesia adalah negara yang beragam dan multikultural, sehingga dasar negara harus mencerminkan semangat toleransi dan kebhinekaan. Perubahan ini kemudian disahkan sebagai dasar negara pada sidang tersebut, dan diberi nama Pancasila.

Kesimpulan

Proses penetapan Pancasila sebagai dasar negara adalah proses yang panjang dan dinamis, yang melibatkan berbagai tokoh dan lembaga, serta menghadapi berbagai tantangan dan permasalahan. Pancasila merupakan hasil dari kompromi dan konsensus antara berbagai pandangan dan kepentingan yang ada di Indonesia.

Pancasila juga merupakan hasil dari adaptasi dan modifikasi terhadap perkembangan zaman dan situasi bangsa. Pancasila adalah dasar negara yang mencerminkan jati diri dan cita-cita bangsa Indonesia, yang harus dijunjung tinggi dan diamalkan oleh seluruh rakyat Indonesia.

Bagikan:

Tinggalkan komentar